HAti-hati Ngorek Kuping

Pada saat membersihkan telinga / kuping anda dengan korek kuping alias cotton bud, maka sebaiknya anda jangan memasukkan batang korek kuping terlalu dalam. Yang paling baik adalah cukup sampai di daun telinga saja dan bagian luar lubang yang terlihat dari luar (yang bisa kelihatan orang lain). Jika mengorek-ngorek terlalu dalam dikhawatirkan bisa mengganggu kestabilan fungsi kuping kita dan bahkan bisa merusak indera pendengaran kita yang sangat berharga itu.

Cairan yang ada di lubang telinga / lubang kuping kita itu jangan dihilangkan dengan alasan apapun kecuali sangat mengganggu atau dapat berakibat buruk pada fungsi atau kesehatan pendengaran kita. Pada liang telinga kita ada kelenjar minyak atau kelenjar serumen yang memiliki manfaat kegunaan untuk menangkal kotoran, bakteri, kuman dan serangga masuk ke dalam liang telinga/kuping kita. Jika kita bersihkan tanpa sisa bisa-bisa jika ada sesuatu yang masuk, bisa berakibat lebih parah dari yang kita bayangkan.

Gangguan pendengaran adalah permasalahan yang dapat terjadi pada
setiap umur dan menyebabkan seseorang sulit untuk berkomunikasi verbal.
Kehilangan pendengaran dapat dikategorikan sebagai konduktif, sensorineural,
atau keduanya. Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan
gangguan pendengaran tipe konduktif (Conductive Hearing Loss) dimana terdapat
hambatan hantaran gelombang suara karena kelainan atau penyakit pada telinga
luar dan tengah16. Penyebab utama gangguan pendengaran konduktif termasuk
serumen obsturan, otitis media, dan otosklerosis.
Penelitian mengenai insidensi serumen obsturan di Indonesia belum begitu
banyak, mungkin hal ini disebabkan karena serumen obsturan ini dianggap bukan
suatu permasalahan yang terlalu serius. Data dari WHO pada akhir tahun 2007
didapatkan gambaran umum insidensi serumen obsturan di Indonesia sebesar
18,7%. Di Kota Semarang sendiri penelitian yang dilakukan oleh BKIM kota
Semarang, pada tahun 2007 menunjukkan angka yang cukup besar pada penderita
serumen obsturan pada anak usia sekolah dasar. Sekitar 29,55 % anak SD kelas 1
di kota Semarang ditemukan adanya serumen obsturan, jadi diperkirakan dari total
25.471 anak SD kelas 1 di kota semarang, 7.526 anak mengalami serumen
obsturan 1. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan hasil
penelitian yang menunjukkan insidensi serumen obsturan sebesar 21,4%. Angka
insidensi serumen obsturan ini dipengaruhi oleh faktor resiko pembentukan
serumen obsturan. Penelitian yang dilakukan oleh Guest JF dkk. menyebutkan
bahwa berbagai faktor berkaitan dalam pembentukan serumen obsturan, faktor
internal seperti kelainan bentuk anatomis liang telinga, sekret serumen berlebihan,
kelainan sistemik, aktifitas bakteri dan jamur dalam liang telinga berperan dalam
pembentukan serumen obsturan. Faktor eksternal seperti cara membersihkan liang
telinga, kelembaban udara yang tinggi, serta lingkungan yang berdebu juga
berperan dalam pembentukan serumen obsturan.
Gangguan pendengaran dikelompokkan berdasarkan oleh tipenya
(hantaran, sensori neural, dan campuran), oleh keparahannya dan onset usianya.
Gangguan pendengaran dapat muncul hanya pada satu telinga atau pada kedua
telinga. Gangguan pendengaran tipe hantaran merupakan gangguan yang
diakibatkan disfungsi pada setiap mekanisme yang secara normal menghantarkan
gelombang suara melalui telinga luar, gendang telinga dan tulang pendengaran
pada telinga tengah. Pada konduksi udara, gelombang suara masuk melalui udara
ke dalam kanalis auditorius eksternus (liang telinga). Gelombang suara kemudian
menggetarkan membran timpani yang menyebabkan membran timpani bergerak.
Tulang-tulang pendengaran pada telinga luar terhubung dengan membran timpani,
hantaran ini kemudian yang disebut sebagai hantaran tulang. Tulang pendengaran,
yaitu maleus, incus, dan stapes. Pergerakan stapes menyebabkan gelombang
tekanan pada cairan yang mengisi telinga dalam. Coclea pada telinga dalam,
memiliki bulu halus yang ikut bergerak pada saat cairan tersebut juga bergerak.
Pergerakan ini menstimulasi saraf pendengaran. Frekuensi berbeda menstimulasi
rambut yang berbeda pada koklea, sehingga menghasilkan sensasi nada yang
berbeda. Dengan membaca audiogram kita dapat mengetahui jenis dan derajat
kurang pendengaran seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Raman
Rajagopalan dkk. menyebutkan bahwa serumen obsturan menyebabkan gangguan
pendengaran tipe rendah (CHL ringan), dengan perbaikan tingkat pendengaran
sekitar 15-25 dB pada seseorang yang telah dibersihkan liang telinganya dari
serumen obsturan5. Pada penelitian dengan menggunakan uji chi-square
menunjukkan bahwa serumen obsturan memiliki hubungan signifikan terhadap
skor audiogram (p=0,000), (p<0,05). Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa sumbatan pada liang telinga luar, dapat menyebabkan
penurunan pendengaran4,5,6,7.
Derajat gangguan pendengaran diurutkan menurut kekerasan suara (dB).
Kriteria WHO, derajat gangguan pendengaran dapat dibagi menjadi ringan,
sedang, berat, dan berat sekali. Gangguan pendengaran derajat ringan yaitu antara
27 sampai 40 dB. Gangguan pendengaran derajat sedang yaitu antara 41 sampai
60 dB. Gangguan pendengaran derajat berat adalah antara 61 sampai 80 dB dan
kurang pendengaran derajat berat sekali yaitu lebih dari 80 dB12. Kepekaan
pendengaran bersifat beragam menurut frekuensi suara. Kepekaan pendengaran
dapat diukur untuk beragam frekuensi dan digambarkan pada audiogram.
Insidensi yang cukup besar (21,4%) pada penderita serumen obsturan,
memerlukan perhatian dan penanganan yang tepat dari para klinisi16. Anamesa yang tepat,
pengobatan, serta pencegahan terjadinya serumen obsturan dapat mengurangi dampak
dari adanya serumen obsturan ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang insidensi serumen obsturan pada populasi yang lebih luas dan bervariasi, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan serumen obsturan, dan menentukan
terapi yang tepat dan paling efisien terhadap serumen obsturan tersebut.

Sumber: eprint_undip

  1. Tinggalkan komentar

Tinggalkan komentar