Pembagian Nafkah dan Giliran Istri

 

 

Jika seorang suami telah berpoligami, maka pembagian giliran antara isteri yang satu dengan yang lainnya harus sama, jika perempuan-perempuan yang dipoligami itu asalnya adalah sama-sama perawan, atau sama-sama janda. Bila mereka pada waktu dinikah statusnya berbeda karena ada yang masih perawan dan ada yang sudah janda, maka pembagian gilirannya pun tidak harus sama.

 

Bagi seorang suami yang sudah berpoligami mempunyai kewajiban dan tanggung jawab kepada isteri-isteri secara adil, terutama dalam hal nafkah dan giliran. Pengertian adil dalam nafkah dan giliran ini adalah dengan cara ishlah, yaitu saling ridho-ridhoan/kompromi/damai/sepakat sehingga masing-masing pihak bisa saling merelakan, baik itu dengan salah satu isteri atau dengan beberapa orang isteri. Sehingga dalam pengaturannya dapat disesuaikan dengan hasil ishlahnya dengan salah satu isteri atau dengan beberapa orang isteri tersebut. Karena ishlah itu merupakan solusi (jalan keluar) yang terbaik dalam menghadapi ataupun mengatasi problem rumah tangga.

 

Suami dan isteri-isteri harus bergaul dengan baik, harus menunjukkan kesungguhan dalam kewajibannya, tidak boleh menunjukkan kebencian atau kurang memenuhi kewajiban sesuai dengan kemampuannya. Perhatikan dasar-dasar hukumnya di bawah ini:

Menurut Hadits Abu Dawud No. 1822, yang sumbernya dari Aisyah, bahwa Aisyah berkata:

Yang artinya: “Kalau Rosululloh membagi (giliran antara isteri-isteri) nya maka beliau selalu adil (secara lahiriyah), dan beliau berdo’a: “Ya Alloh ini adalah pembagian dalam hal yang aku miliki, maka Engkau jangan mencelaku dalam hal yang Engkau miliki sedang aku tidak memilikinya”. Abu Dawud berkata: “yang dimaksudkan adalah hati (adil dalam hati)”.

 

Do’a Rosulullohi Shollalloohu Alaihi Wasallam di atas dalam soal bercinta dan kecenderungan hati, beliau memang lebih mencintai Aisyah Rodhiyalloohu Anha, daripada isteri-isteri beliau yang lain.

 

Tapi, kalau Alloh Ta’alaa hendak berlaku adil terhadap hamba-Nya pasti bisa, sedangkan Rosul Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam tidak bisa, apalagi suami anda hanya seorang manusia biasa, berdasar pada dalil firman Alloh dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ No. Surat: 4, Ayat: 129, yang berbunyi:

Yang artinya: “Kamu sekalian sekali-kali tidak akan bisa berbuat adil di antara isteri-isteri (kamu sekalian), walaupun kamu sekalian (di dalam hati) sangat ingin berbuat demikian, oleh karena itu janganlah kamu sekalian terlalu cenderung (hanya kepada isteri yang kamu sekalian cintai saja) sehingga kamu membiarkan (isteri) yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu sekalian mengadakan perbaikan dan takut (melakukan kecurangan). Maka sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

 

Menurut Hadits Ibnu Majah Juz 1 hal 633, yang bersumber dari Abi Huroiroh, bahwa Abi Huroiroh berkata: Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Barangsiapa yang mempunyai dua orang isteri, dia cenderung hanya kepada salah satunya sampai mengalahkan yang lain, maka pada hari kiamat kelak dia datang (menghadap Alloh) dengan keadaan sengkleh salah satu dari dua pundaknya (sebelah pundaknya jatuh miring terkulai)”.

 

Menurut penjelasan dari Rosululloh Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam di dalam Hadits Tirmidzi, No 1272, yang berbunyi:

Yang artinya: “Ishlah (damai/negosiasi) di antara sesama orang islam itu boleh saja kecuali bernegosiasi yang sifatnya dapat mengharomkan yang halal atau menghalalkan sesuatu yang harom. Dan sesama orang islam itu tergantung pada syarat mereka (pada waktu mereka bernegosiasi/mengadakan perjanjian) itu kecuali syarat yang dapat menyebabkan sesuatu yang tadinya halal menjadi harom atau sesuatu yang tadinya harom menjadi halal”.

 

Menurut anjuran dan saran Alloh yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ No. Surat: 4, Ayat: 128, yaitu:

Artinya: “Dan jika seorang isteri merasa khawatir kalau suaminya akan melakukan nusyuz/mblarah (bertindak kasar/ tidak mau menggauli/tidak memberikan nafkah) atau berpaling (acuh tak acuh) darinya maka tidak berdosa (tidak mengapa) bagi keduanya apabila mengadakan damai dengan cara ishlah yang sebenar-benarnya (seperti: isteri bersedia haknya dikurangi asalkan suami mau baik kembali), dan ishlah (damai seperti itu) lebih baik (buat mereka sendiri) dan pada hakekatnya manusia itu menurut thobi’atnya adalah kikir (maksudnya: pada dasarnya manusia itu tidak mau melepaskan haknya dengan seikhlash-ikhlashnya hati). Dan jika kamu berbuat baik (bergaul dengan baik dengan istrimu) dan kamu takut (dari berbuat nusyuz, sikap acuh/cuwek), maka sesungguhnya Alloh Maha Waspada terhadap apa yang kamu kerjakan”.

 

Dasar-dasar hukum diatas menunjukkan, bahwa seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari satu orang harus bisa berlaku adil dalam hal apapun, seperti pemberian nafkah, tempat tinggal, waktu bermalam, pergaulan yang baik, dan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang lain terhadap isteri, selain menjima’ (berhubungan badan). Adapun pembagian cinta dan menggaulinya tidak harus sama, sebab datangnya syahwat atau nafsu birahi tidak menentu.

 

Setelah sekian lama pernikahan berjalan, sang suami tidak pernah mendapat kepercayaan dari sang isteri yang tidak pernah berhenti menanyakan kegiatan suami sehari-hari. Terkadang sang suami berpikir, rasanya tidak perlu memberitahukan kepada sang isteri semua yang ia lakukan. Namun, bagi sang isteri, tindakan itu berarti menyembunyikan sesuatu dan sang isteri akan mulai memperlihatkan kecemburuannya yang tidak beralasan. Jadi, apakah seorang isteri memang semudah itu merasa cemburu?

 

Memang, dari sekian banyak cerita, hampir setiap seorang suami mengungkapkan bahwa isteri lebih mudah cemburu atau posesif. Akibatnya, suami merasa sangat dibatasi. Sebenarnya bagi sang suami cukup melakukan beberapa hal kecil yang kelihatannya sepele, namun sangat berharga bagi sang isteri. Berikut ini adalah beberapa hal kecil itu:

1. Menelepon untuk memberi tahu sedang apa kita saat itu atau sekadar menanyakan khabarnya, seperti, “Sayang, aku lagi makan siang nih sama teman-teman. Kamu sudah makan, say?”. Isteri akan merasa dihormati dengan cara ini.

2. Mengkhabarkan kalau kita tidak bisa pulang cepat untuk alasan paling konyol sekalipun. Misalnya, “Tahu tidak, say, aku sedang ketemu teman-teman lamaku di Pondok Pesantren ‘BUDI AGUNG’, Bogor. Dan kami sekarang sedang mendengarkan taushiyah. So, kayaknya aku pulang agak telat nih. Kamu makan saja duluan, ya!”. Kita tak usah berbohong untuk hal seperti ini. Dengan alasan jujur, istri malah akan mempercayai alasan konyol tapi jujur seperti itu.

3. Libatkan ia dalam setiap momen, walaupun hanya lewat suara. Misalnya, kita sedang bersenang-senang dengan teman-teman, telepon isteri kita dan katakan, “Aku sedang membakar ikan sama Pak H. Nur ‘Ali, Pak H. Hadi Santo, Pak H. Mujahidin dan Pak H. Anang. Kamu mau kirim salam?”. Dengan begini, isteri akan merasa dekat dengan lingkungan kita, termasuk dengan teman-teman kita. Cemburu? Pergi jauh-jauh! Posesif, No Way.

4. Beri komentar kecil tentang penampilan atau apa yang telah dibuatnya. Katakan, “Tumben kamu tidak memakai anting-anting?” atau “Aku suka kamu pakai baju itu. Kelihatan manis”. Pasalnya, suami terkadang sulit sekali melontarkan pujian, walau kecil artinya. Tapi bagi isteri, itu perhatian yang manis, manja.

5. Ajak isteri kerumah orang tua kita atau keluarga isteri. Istri paling suka dilibatkan dengan segala hal yang berbau keluarga. Dengan begini, isteri akan merasa dilibatkan dan diakui. Jadi, rasa cemburu tak akan mampir menghantui. Namun, untuk kita yang masih dalam tahap hubungan baru, tanyakan dulu apakah isteri tidak keberatan diajak kerumah orang tua kita.

6. Bersikap sedikit gentle. Berjalanlah di sebelah kanan isteri kita, raih barang-barang yang dibawanya sebelum diminta, atau katakan bahwa kita ingin membantu menyelesaikan masalah yang diceritakannya seandainya bisa membantu. Isteri akan merasa bahwa kita selalu ada di sisinya setiap kali isteri membutuhkan. Jadinya, tidak ada alasan cemburu untuk ini.

7. Tanyakan selalu apa yang terjadi dengan isteri saat isteri bersikap diam. Isteri yang tiba-tiba diam tanpa alasan sebenarnya sangat ingin ditanyai tentang apa masalahnya. So, jangan ragu untuk mengatakan “Ada apa sayang? Kamu hari ini agak beda”.

 

Tidak heran, jika kita akan berkomentar bahwa hal-hal di atas sangat sepele dan sebenarnya tidak perlu dilakukan. Well, asal tahu saja, itu adalah pendapat kaum laki-laki. Tapi untuk kaum perempuan, hal-hal sepele, itu adalah pemecah permasalahan kecemburuan yang menurut kaum laki-laki tidak beralasan itu.

 

Apabila dengan berbagai macam cara, tapi isteri tetap saja cenburuan, Ingsya Alloh, kalau sudah diwayuh, isteri yang begini ini kecemburuannya akan teredam, kapok. Karena wanita yang dicemburui sudah tidak ada lagi, kini sudah menjadi istri yang sah, nggak pantas dicemburui, karena statusnya sudah sama, yaitu sama-sama menjadi istri yang sah, punya hak yang sama. Yang ada tinggal persaingan ketat. Saling mempercantik diri, mencari perhatian suami dengan berbagai macam cara dan gaya. Apalagi kalau Alloh Ta’alaa sudah menghendaki musim poligami, kalau suaminya belum wayuh, maka isteri akan merasa salah memilih suami, karena ternyata suaminya tidak ditaksir oleh perempuan-perempuan lain, berarti suaminya bukan tipe seorang laki-laki yang diidolakan. Contoh saja Nabi Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam, karena beliau diidolakan, maka banyak wanita yang ingin memilikinya, tapi hanya sebilan yang sukses menjadi isterinya. Begitu juga suami yang menjadi idola bagi banyak kaum perempuan, bila isterinya pergi karena tidak mau diwayuh, maka masih banyak orang perempuan yang antri kepingin menjadi isterinya dan siap untuk diwayuh/poligami. Oleh karena itu, bagi kaum suami, jauh-jauh sebelum musim berpoligami tiba, bersiap-siaplah membekali diri dengan ilmu poligami yang baik dan benar. Di sini tempat beberapa ilmu tentang berpoligami itu.

 

Seorang wanita yang statusnya adalah seorang isteri jika dia benar-benar ridho lillaahi Ta’ala kepada suaminya yang akan atau sudah berpoligami, itu berarti secara tulus dia telah memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada sesama wanita yang telah dianggapnya sebagai saudara iman adalah benar saudara lahir bathin dunia sampai akherat, dan berarti dia mau berbagi kebahagiaan dan kenikmatan dengan saudara imannya tersebut, yaitu agar sama-sama mempunyai sang suami, ada penanggung jawab dalam kehidupannya dan keluarganya. Dengan demikian saudaranya bisa terjaga dari maksiat, pelanggaran, dosa, harom sehingga sama-sama bisa masuk surga selamat dari neraka. Nach, itu baru yang disebut-sebut saudara iman lahir bathin dunia akherat! Di dalam Hadits Riwayat Imam Tirmidzi No. 2434, Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Demi Yang diriku di tangan-Nya, Kalian tidak bisa masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak terbilang beriman sehingga kalian saling mencintai (kasih-sayang)”.

 

Di dalam Hadits Shohih Bukhori No. 14, Rosululloh Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Salah satu kalian tidak terbilang beriman sehingga dia senang untuk saudaranya terhadap apa yang dia senang untuk dirinya”.

 

Seorang isteri yang ridho/ikhlash kalau suaminya berpoligami berarti dia benar-benar mengerti dan faham tentang hak suaminya, yaitu boleh beristeri lebih dari seorang wanita. Maka dia terbilang sebagai isteri yang thoat dan ta’dhzim kepada peraturan Alloh Ta’alaa Ta’alaa dan Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wasallam serta kepada suaminya. Oleh karena itu dia layak mendapat pahala yang besar berupa surga, bahkan membandingi pahalanya kaum pria yang mati syahid dalam jihad fii sabiilillaah (di medan perang membela agama Alloh). Di dalam Hadits Riwayat Imam Ahmad, Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Ketika seorang wanita mengerjakan sholat lima waktu, dan berpuasa pada bulan Romadhon, bisa menjaga farji (kemaluan)nya dan tho’at kepada suaminya maka dia masuk surga”.

 

Di dalam Hadits Ad-Dailami Juz 5 hal 399, dan Kanzil Umal Juz 16 hal 610, Ibni Abbas meriwayatkan ada seorang wanita yang bernama Layyinah datang kepada Rosululloh Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam kemudian ia berkata” Hai Rosululloh, aku adalah utusan para wanita, tidak ada seorangpun yang mau mendengarkan kata-kataku melainkan mereka akan merasa senang sampai hari kiamat”. Alloh Ta’alaa itu Tuhannya kaum laki-laki dan wanita, Adam itu bapaknya kaum laki-laki dan kaum wanita, Hawa itu ibunya kaum laki-laki dan kaum wanita. Alloh Ta’alaa telah mewajibkan berjihad kepada kaum laki-laki, jika mereka mati, mereka mati syahid, dan jika mereka masih hidup maka mereka akan diberi rezeki (jarahan/hasil rampasan perang), Alloh Ta’alaa juga akan memberi pahala kepada mereka. Sedangkan kami ini adalah kaum wanita (yang bertugas) merawat orang-orang yang sakit dan mengobati orang-orang yang terluka, maka apakah fahala yang bakal kami terima, ya Rosululloh? Lalu Rosululloh Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Wahai utusan para wanita, sampaikanlah kepada mereka yang kalian jumpai bahwa sesungguhnya tho’at kepada suami dan mengerti terhadap hak-hak suami membandingi semuanya itu”.

 

Seorang isteri yang bisa bersabar ketika suaminya akan atau sudah berpoligami berarti dia sedang mendapat cobaan dari Alloh Subhaanahu Wa Ta’alaa, itu berarti Alloh Ta’alaa mencintainya, karena itu Alloh Ta’alaa hendak membersihkan dosa-dosanya, memberi pahala yang besar, derajat surga yang tinggi di sesuaikan dengan besar dan beratnya cobaan yang diberikan Alloh Ta’alaa kepadanya. Di dalam Hadits Sunan Tirmidzi Juz 4 hal 602, Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Cobaan akan selalu datang menimpa orang iman laki-laki dan perempuan dalam dirinya, anaknya, dan hartanya sehingga dia berjumpa Alloh dengan tidak mempunyai dosa satu kesalahanpun”.

 

Di dalam Hadits Sunan Ibnu Majah Juz 2 hal 1328, Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Besarnya pahala itu disesuaikan dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Alloh jika mencintai suatu kaum maka Alloh memberi cobaan pada mereka. Maka barangsiapa yang merasa ridho/ikhlash dia pun mendapatkan keridhoan Alloh, dan barang siapa yang malah marah-marah maka dia akan mendapat murka Alloh”.

 

Wanita yang menjadi isteri kedua, ketiga atau keempat maka harkat dan martabatnya terangkat. Wanita yang sudah bersuami itu lebih terhormat ketimbang wanita yang masih hidup menjomblo; menggadis atau menjanda. Maka dari itu hendaknya sebagai isteri-isteri yang lebih muda bisa lebih menghormati isteri tua (isteri yang pertama) dan upayakan selalu ishlah dalam rumah tangganya.

 

Di dalam Hadits Riwayat Imam Ahmad dengan kwalitas hadits hasan, Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Sejelek-jeleknya kalian adalah kalian yang masih bujangan/lajang (bahasa jawa: legan, belum punya isteri /belum punya suami) dan serendah-rendahnya orang mati di antara kalian adalah kalian yang mati masih lajang”.

 

Di dalam Hadits Riwayat Ibnu ‘Adiy dengan kwalitas hadits hasan, Rosululloh Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Sejelek-jeleknya kalian adalah kalian yang masih lajang. Dua roka’at orang dari yang sudah berkeluarga lebih baik daripada tujuh puluh roka’at dari selain yang sudah berkeluarga (bujang/gadis/janda/duda)”.

 

Di dalam Hadits Riwayat Tamam, Rosululloh Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Dua roka’atnya orang yang sudah berkeluarga nilainya lebih baik ketimbang delapan puluh dua roka’atnya orang yang masih lajang”.

 

 

Untuk tahu akan apa yang diinginkan isteri-isteri, kita juga harus selalu mendampingi mereka selama kita berada di sampingnya, seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shollalloohu Alaihi Wasallam, yaitu membantu isterinya di dapur. Seorang figur pemimpin akan selalu dibutuhkan bagi isteri-isteri dan anak-anaknya, seberapa pun kuatnya mereka sebagai istri dan anak. Terutama sekali adalah isteri yang sangat membutuhkan suami untuk melampiaskan hawa nafsu seksnya dengan jalan yang benar, yaitu melakukan hubungan intim dengan suaminya sendiri, yang tidak dapat digantikan dengan yang lain (baik itu pisang, mentimun, apa pun namanya itu), menurut pandangan agama.

 

Sekali lagi, di sini saya tegaskan dan saya tekankan, bahwa kalau bicara wayuh atau poligami berarti bicara masalah qodar bukan bicara tentang perasaan. Dengan percaya adanya qodar atau takdir maka akan dapat menghilangkan susah kecil atau pun susah besar, misal bagi sang isteri yang mempunyai perasaan khawatir kalau suaminya akan berpoligami, dan bagi sang suami ketakutan tidak dapat berlaku adil dan merasa pesimis ‘tidak mungkin bisa wayuh’. Karena, iman akan selalu menyertai kita dalam setiap kondisi dan situasi, baik dalam keadaan sedang suka, duka maupun derita.

 

Kita sebagai ummat Nabi Muhammad Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam dapat menerima dengan hati ridho, senang gembira terhadap bolehnya berpoligami itu tidak berarti kita harus berpoligami. Yang perlu kita pahami adalah berbicara ‘poligami’ berarti berbicara masalah ‘jodoh’, sedang jodoh itu masalah qodar dari Alloh Ta’alaa, takdir Ilaahi, itu sama dengan pada waktu kita menikah untuk yang pertama kali dulu, semata-mata karena jodoh dari Alloh Ta’alaa dan kita menerima itu. Waktu itu, kita dengan nada ringan berkata “Wong ini sudah menjadi jodoh saya, mau bagaimana lagi, ya sudah, saya terima, sudah qodar saya kok!”.

 

Tapi mengapa, untuk jodoh yang kedua atau ketiga atau ke empat, di antara kita masih ada yang tidak menganggapnya sebagai jodoh atau qodar dari Alloh Ta’alaa, malah menganggap bahwa itu hawa nafsu? Padahal yang sebenarnya adalah jika memang dalam hidupnya dia tidak ditakdirkan untuk berpoligami maka selama hidupnya dia bersama isteri yang pertamanya itu dan tidak mungkin dia berpoligami. Akan tetapi apabila Alloh Ta’alaa sudah mentakdirkan dia dalam hidup berumah tangganya berpoligami, maka tidak ada seorang pun laki-laki maupun perempuan yang dapat menolaknya. Ingat itu! Rosululloh Shollalloohu Alaihi Wasallam telah bersabda di dalam Hadits Shohih Muslim, yang berbunyi:

Yang artinya: “Alloh Yang Maha Tinggi telah menulis takdirnya semua makhluk 50.000 tahun sebelum Alloh menciptakan langit dan bumi. Dan Arsynya Alloh itu berada di atas air”.

 

Hati kita akan menjadi tenang, jiwa kita menjadi besar ketika kita dibuat pusing oleh urusan yang menyangkut poligami jika kita mau merenung sejenak tentang do’a-do’a kita yang pernah kita ucapkan dari Hadits Riwayat Muslim, yang berbunyi:

Yang artinya: “Ya Alloh, Tidak ada yang dapat menolak pada apa-apa yang telah Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak…”.

 

Kalau Alloh Ta’alaa sudah menulis takdirnya buat kita, bahwa di masa hidup kita nantinya akan mengawini satu atau dua atau tiga atau empat orang wanita, maka upaya apa pun untuk menggagalkannya akan sia-sia. Begitu juga bagi seorang wanita yang telah ditakdirkan dalam masa hidupnya akan mengalami kawin-cerai, itu pun bisa saja terjadi (bahasa Jawa: Yen uwis cinorek didadungono medot, dipalangono melumpat, dikurungono mbrosot) alias tidak akan bisa menghindar dari garis takdir, kecuali dengan cara berdo’a. Oleh karena itu sudah seyogianya kita belajar menerima kenyataan dan tidak lari dari kenyataan, apapun kenyataannya marilah kita sikapi dengan baik, arif, bijaksana dan karena Alloh Ta’alaa.

 

Para pembaca yang budiman. Di dalam Al-Qur’an, Surat Ali Imroon, No. Surat: 3, Ayat: 14, Alloh Ta’alaa berfirman:

Yang artinya: “Di hiaskan (terasa indah) bagi manusia, hawa nafsunya senang terhadap wanita-wanita”.

 

Ayat di atas mengindikasikan bahwa yang namanya ‘manusia’ (laki-laki) itu sudah pasti merasa senang terhadap wanita atau mencintai terhadap wanita-wanita terutama yang cantik, dan hal yang seperti itu adalah sesuatu yang manusiawi sekali, lumrah dan wajar. Karena, dalam agama Islam ditanamkan satu sama lain supaya saling mencintai bila tidak berarti ia bukan orang muslim. Mencintai wanita dalam agama Islam adalah untuk mencari derajat yang tinggi di sisi Alloh Ta’alaa dalam rangka mengamalkan dalil kasih sayang sesama manusia, dan utamanya adalah menyayangi sesama orang iman, tapi bukan menyayangi atau mencintai untuk menodai. Hanya saja perasaan suka, senang, cinta, sayang kepada seorang wanita yang bukan isteri sendiri itu harus dibatasi, janganlah sampai berkembang menjadi cinta lama bersemi kembali “pacaran” atau cinta buta. Oleh karena itu, Alloh Ta’alaa memperingatkan kepada kita melalui firman-Nya di dalam Al-Qur’an, Surat Shood, No. Surat: 38, Ayat: 26, yang berbunyi:

Yang artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh”.

 

Ayat di atas merupakan lampu kuning, yang akan menjadi lampu merah bagi kita yang sudah punya isteri tapi masih menyimpan perasaan suka atau apapun istilahnya kepada wanita idaman lain (WIL). Maka, kalau tidak berhati-hati atau jika sampai salah perhitungan, gegabah, ceroboh, sembrono maka akibatnya akan patal, yaitu dapat memicu timbulnya pertengkaran dalam rumah tangga dan kalau sampai masing-masing pasangan dibakar emosi dan egois, boleh jadi hasil akhirnya dari pertengkaran itu adalah perceraian. Kalau sudah begitu, maka yang akan menjadi korbanya adalah anak-anak kita sendiri, masa depan buah hati kita. Cobalah kita camkan baik-baik firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat: Al-Baqoroh, Ayat: 216, berikut ini:

Yang artinya: “Dan barangkali saja bila kamu membenci sesuatu padahah sesuatu yang kamu benci itu justru sangat baik buat kamu, barangkali juga kalian menyukai sesuatu padahal justru (akibatnya) sangat buruk bagi kamu. Dan Alloh-lah Yang Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui”.

 

Jadikanlah artikel ini sebagai taushiyah atau mau’idhzoh, atau i’tibar. Bukan untuk bahan candaan.

 

Sumber: Subandi Baiturrahman

  1. Tinggalkan komentar

Tinggalkan komentar