Jauhi Debat yang Mencelakakan

Bukankan lebih baik kita tetap berteman walau kita tidak sepakat dalam satu masalah?

Janganlah sekali-kali mendebat seseorang dengan meninggikan suara.

Ketika mendebat seseorang janganlah menginginkan dia jatuh kepada kesalahan.

Karena berdebat tidak untuk menjatuhkan orang.

Demikian itu para ulama faqih jika berdebat, tidak ada dampak negatif dari perdebatan itu, karena mereka berdebat untuk mencari kebenaran, bukan untuk merendahkan. Mereka tidak berdebat agar dipandang alim (pandai), serta karena tujuan duniawi lainnya. Sehingga, perdebatannya tetap dalam koridor adab dan akhlak.

Orang berdebat seperti orang mencari barang yang hilang. Ia tidak membedakan-bedakan apakah barang itu ia temukan sendiri atau ditemukan orang lain yang membantunya. Ia melihat lawan debatnya sebagai partner, bukan musuh. Ia mestinya berterima kasih jika lawan debatnya menunjukkan kepadanya kesalahannya, seperti seseorang yang menempuh suatu jalan untuk mencari barangya yang hilang, namun ada orang lain yang memberi tahu bahwa ia harus menepuh jalan lain untuk mendapatkan barangnya.

Perdabatan yang demikianlah yang ditempuh para sahabat, tabi’in dan para imam besar terdahulu. Umar bin Al Khottob Rodhiyallohu `anhu sendiri ketika diingatkan oleh seorang wanita, saat beliau berkhutbah di hadpan kalayak pun menyatakan jujur ketika melihat bahwa yang dikatakan wanita itu benar, ”Umar salah, wanita ini benar!”. Demikian pula Ali Rodhiyallohu `anhu menjawab pertanyaan seorang laki-laki, kemudian ada yang mengkritik beliau, ”Tidak demikian wahai Amirul Mukminin, namun demikian-demikian.”

Maka beliau mengatakan,”Anda benar, saya salah.” Sebagaimana juga para sahabat juga bermusyawarah mengenai hadd bagi peminum khamr dan beberapa masalah dalam faraidh.

Debat yang menghancurkan

Lalu bagaimana perdebatan di jaman akhir ini ???
Lihatlah para pendebat di zaman kalian ini, bagaimana wajah mereka berubah gelap, jika nampak al haq di lisan lawannya, sebagaimana juga emosi mereka meluap, lantas berpayah-payah, dengan seluruh kemampuan untuk menentangnya. Bagaimana ia mencela pendebatnya seumur hidupnya, kemudian dia tidak malu dengan menyerupakan diri sebagai sahabat dalam sharing untuk mencari kebenaran? Ini ucapan Imam Ghozali dulur q…

Debat yang demikian menghancurkan umat Islam sendiri, sebagaimana disebut dalam sebuah hadits,

”Tidak ada kaum yang tersesat dari hidayah yang mereka ada di dalamnya, kecuali didatangkan kepada mereka perdebatan.” (Riwayat At Tirmidzi, hadits hasan shahih)

Perdebatan yang bertujuan untuk merendahkan pihak lain, atau menonjolkan diri sendiri serta mencari dunia, merupakan sumber timbulnya banyak maksiat.

Beberapa penyakit yang menyerang mereka yang mencampakkan diri dalam aktifitas debat ini:

1. Hasad (iri): Pendebat, terkadang menang atau kalah. Terkadang ada yang memujinya, terkadang pujian diberikan untuk lawannya. Kondisi semacam ini bisa menimbulkan rasa hasad pada hatinya, menginginkan agar lawannya kehilangan nikmat, termasuk ilmu, kesempatan atau nikmat lainnya.

2.Takabbur dan riya`: Mereka yang suka berdebat dengan tujun menonjolkan diri akan terjangkit penyakit takabbur. Dia akan berusaha merendahkan lawan debatnya, dan meninggikan dirinya sendiri di hadapan orang lain. Kadang ia memberikan pernyataan bahwa lawannya bodoh, tidak paham atau memiliki sedikit ilmu. Disamping itu, penyakit riya` juga sering menjangkiti mereka, karena ingin menampakkan apa yang ia rasa sebagai kelebihan kepada manusia.

3. Memuji diri sendiri: Pendebat sering kali menyanjung dirinya sendiri di saat berdebat. Kadang ia mengatakan, ”saya menguasa ilmu ini”, “saya hafal hadits ini.” Hal itu dilakukan untuk mempromosikan apa yang ia sampaikan.

4. Tajassus (mencari-cari aib): Mancari aurat manusia, sering kali dilakukan pendebat terhadap lawannya. Terkadang ia mencari informasi sampai ke negeri dimana lawannya tinggal, untuk mencari hal-hal buruk darinya, yang ia simpan pengetahuan itu untuk dijadikan bekal menjatuhkannya.

5. Ghibah: Yang kadang tidak bisa dihindarkan dari pendebat yang didasari niat yang salah adalah menceritakan dan menyebarkan kelemahan dan kekurangan lawannya kepada pihak lain, setelah ia melakukan perdebatan dengan seseorang.

6. Nifaq: Yang dimaksud di sini adalah perbuatan dhohir pendebat yang bertentangan dengan apa yang ada di dalam hati. Pendebat biasanya basa-basi, memperlihatkan keramahan dan kegembiraan jika bertemu dengan lawannya, namun sejatinya dalam hatinya terbesit kebencian yang cukup besar.

Sekarang, marilah kita cermati kehidupan di sekitar kita. Dlm kluarga, di kantor, di lingkungan, masyarakat, sampai pada wakil rakyat d di DPR/MPR. Paling tidak, marilah kita melihat diri kita sendiri ketika kita memutuskan untuk berdebat (baik dengan lisan maupun tulisan).

Dengan demikian, kita bisa terhindar dari penyakit-penyakit hati yang sangat membahayakan dirinya sendiri. Pasti kita semua tau dalil-dalilnya wong tiap saat ngaji…. semangka ya lur…. barokallohu fiik… moga aslb n sukses selalu bersama kita semua dunia akhirat… aamiin.

Dari: ABu hurairah

  1. Tinggalkan komentar

Tinggalkan komentar