Gambaran Menghadapi Manusia

BERIKAN GAMBARAN
UNTUK MENGHADAPI MANUSIA

Di dalam Al-Qur’an Alloh Ta’alaa senantiasa membuatkan gambaran atau perumpamaan untuk kepentingan manusia, baik ditujukan kepada yang muslim, maupun yang non muslim. Begitu juga di dalam hadits-hadits Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, selalu membuatkan gambaran atau perumpamaan agar dapat dipahami oleh para sahabatnya, contoh:
Kalimat yang baik
Firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat Ibrohim, No. Surat: 14, Ayat: 24, yang berbunyi:
Yang artinya: “Tidakkah kamu melihat/perhatikan bagaimana Alloh telah membuat perumpamaan kalimat yang baik [termasuk kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala ucapan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran serta perbuatan yang baik. Kalimat tauhid seperti laa ilaa ha illallooh] seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”.

Alloh Ta’alaa memberi rezeki sedang berhala tidak
Firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat: 75, yang berbunyi:
Yang artinya: “Alloh membuat perumpamaan dengan seorang budak yang masih dikuasai majikannya yang tidak dapat berbuat apa-apa dan orang (majikan) yang Kami (Alloh) beri rezki yang baik berasal dari Kami, lalu dia (majikan) menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, apakah mereka itu sama? segala puji hanya bagi Alloh, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui [Maksud dari perumpamaan ini, ialah untuk membantah orang-orang musyrikin yang menyamakan Tuhan (Alloh) yang memberi rezki dengan berhala-berhala yang tidak berdaya].

Firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat An-Nahl, No. Surat: 16, Ayat: 76, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan Alloh membuat (pula) perumpamaan: Dua orang laki-laki, yang seorang bisu tidak dapat berbuat apa-apa dan dia menjadi beban bagi majikannya, ke mana saja dia disuruh oleh majikannya itu, dia tidak dapat mendatangkan kebaikan sama sekali. Samakah dia dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan orang itu berada di atas jalan yang lurus?

Orang yang punya mata, telinga dan hati tapi tidak untuk memahami ayat seperti binatang
Firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat Al-A’roof, No. Surat: 7, Ayat: 179, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Alloh) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Alloh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Alloh). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Orang yang membawa kitab suci tapi tidak tahu artinya seperti himar membawa buku
Firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur’an, Surat Al-Jumu’ah, No. Surat: 62, Ayat: 5, yang berbunyi:
Yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya [Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Muhammad s.a.w.] adalah seperti keledai yang membawa Kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Alloh itu. dan Alloh tiada memberi petunjuk kepada kaum yang dhzolim”.

GAMBARAN-GAMBARAN

1. Ayat Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an itu ibarat sparepart/onderdil suatu kendaraan. Walaupun ayat-ayat Al-Qur’an itu benar dan adil, bila yang menyampaikannya tidak bisa maka akan menimbulkan dampak buruk. Seperti onderdil yang baru saja diimport dari Jepang, maka harus dirakit oleh tangan terampil atau mekanik ahli dan dikendarai oleh pengemudi yang sudah ahli pula. Sebaliknya apabila tidak dirakit oleh tangan terampil dan dikendarai orang yang belum ahli mengemudi maka akan menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan fatal bagi dirinya ataupun orang lain.

2. Al-Qur’an Membawa ke Surga
Orang Islam yang berkeyakinan bahwa Al-Qur’an itu isinya bisa membawa ke surga tapi Al-Qur’annya hanya dipegang dan dibaca tanpa dimaknai, di diterangkan, diresapi, dipahami dan diamalkan, gambarannya seperti seekor kera yang tahu bahwa buah kelapa itu isinya enak dimakan dapat menghilangkan rasa lapar, tapi ia tidak tahu bagaimana cara mengupasnya, akhirnya kelapa tersebut hanya buat mainan dipegang-pegang dan didorong-dorong ke sana kemari.

3. Agama Islam
Agama Islam ini bila tidak dibela akan tetap mati, dalam arti bahwa agama Islam ini tidak akan berkembang, tidak bisa berbuah, dan tidak akan bisa lestari sampai mendekati hari kiamat. Gambarannya, ibarat seorang anak manusia yang baru dilahirkan bila tidak ada pembelaan dari orang tuanya. Orang tuanya tidak mau memadikannya, tidak mau menyusuinya, tidak mau menyuapinya, tidak mau memberinya pakaian maka bayi tersebut besar kemungkinan tidak dapat melangsungkan hidupnya alias mati.

4. Agama Islam Yang Haq
Agama Islam yang haq itu meskipun dikatakan sesat, Dajjal ucul, PKI Putih, dll, tetap saja akan Nampak haq entah kapan saatnya, seperti kata seorang pujangga, “Mengko bakal ono mongso kemeleme gabes lan kemambange watu ireng”, artinya nanti akan ada masa/zaman dimana agama yang batal akan hilang dan agama yang haq akan muncul/tampak. Gambarannya, ibarat sebutir logam mulia “emas murni” yang dibungkus kotoran manusia, maka lambat atau cepat bila terkena tetesan air hujan terus menerus kotorannya akan hilang dan menjadi bersih, tinggal emasnya yang tampak berkilau, maka pada saat itulah emas tersebut kelihatan indah, bagi orang yang tahu sudah barang tentu akan berusaha mengambilnya.

5. Barang Haq
Yang namanya “Barang haq” itu, baik cara penyampaiannya dengan sungguh-sungguh maupun main-main, baik dengan muka masam ataupun dengan ceria, dengan sangar ataupun dengan tertawa-tawa, yang menyampaikannya ganteng atau jelek, cantik rupa atau buruk rupa tetap sama saja, yang haq ya tetep haq. Gambarannya, ibarat sebuah lampu neon, mau dikatakan dengan cara apapun, oleh siapa pun tetap saja nama dan bentuknya adalah lampu neon.

6. Cobaan Sesuai Kepahaman
Jika kepahaman tinggi maka cobaannya pun besar. Dan sebaliknya. Gambarannya, seperti orang yang kepahaman agamanya tinggi bila ia diberi amal sholih membersihkan WC, pasti ia mau dan ridho. Orang yang kepahaman agamanya sedang-sedang saja, cukup diberi amal sholih mencuci piring dan menyapu. Sedangkan orang yang masih mu’alaf diberi amal sholih menerima tamu atau menjaga tempat parkir, sebab jika ia diberi amal sholih membersihkan WC, pasti ia mengeluh.

7. Cobaan Sesuai Keimanan
Jika keimanan tinggi maka cobaannya pun besar. Dan sebaliknya. Ibarat pohon, semakin tinggi sebatang pohon maka akan semakin kencang pula terpaan anginnya. Dan semakin rendah sebatang pohon, maka akan semakin kecil pula terpaan anginnya. Dan jadilah rumput kalau mau diinjak, artinya keimanan sekecil biji sawi pun tidak akan luput dari cobaan.

8. Dinul Qoyyimah
Agama islam yang berbentuk jama’ah dan berpedoman Al-Qur’an dan Al-Hadits serta tidak mengalami perubahan nama, bentuk maupun pedoman bila ada pengaruh, cobaan. Itulah yang disebut dengan “Diinul Qoyyimah”, artinya agama yang tegak. Gambarannya, ibarat sebuah benda bisa dikatakan benda tegak bila benda tersebut memiliki nama, bentuk, dan volume. Dan tidak mengalami perubahan nama, bentuk maupun volume bila ada suatu gaya atau pengaruh. Misal, sebuah benda namanya gelas, bentuknya selinder isinya air teh meskipun ditiup tetap namanya gelas, bentuknya tetap selinder dan isinya tetap air teh. Itulah benda tegak.

9. Guru
Guru itu digugu dan ditiru, bahkan sering terjadi perbuatan buruknya pun ditiru juga. Gambarannya, seperti seorang Kyai yang sangat disegani oleh para santrinya. Pada suatu saat ia berak di dalam masjid, kebetulan kejadian itu di malam hari jadi tidak ada seorang pun santri yang melihatnya. Menjelang sholat subuh ia marah-marah sambil pura-pura bertanya, “Siapa yang berak di pengimaman ini?” Semua santrinya tidak ada yang mau mengakuinya, karena memang tidak ada yang merasa melakukan perbuatan sebodoh itu. Lantas Kyai tersebut mengambil keputusan tegas dengan mengatakan, “Karena di antara kalian tidak ada yang mau mengaku, maka masing-masing kalian harus tobat dan dikenai kafaroh membersihkan kotoran tersebut dan dikenai biaya perkepala Rp 1.000,. Karena santrinya takut kepada Kyainya, mereka tidak banyak berpikir langsung menta’atinya, “Wah, jika satu orang kena Rp 1.000,- jika santri saya ada 20 orang maka saya akan mendapatkan uang sebanyak Rp 20.000,- apalagi kalau per orang saya kenai Rp 2.000,- jelas saya akan mempunyai bayak uang!” Pikirnya.

Ternyata, pada malam hari berikutnya Kyai tersebut akan melakukan perbuatan yang sama, tapi santrinya tidak tinggal diam. Mereka sudah berkompromi akan mengintai siapa sebenarnya yang telah berak di pengimaman? Setelah mereka melakukan pengintaian, ternyata yang berak adalah Kyai mereka sendiri, tapi mereka bersepakat untuk tidak menggertaknya. Nah, setelah Kyainya pulang, barulah mereka berak semua di sebelah kotoran Kyai mereka. Setibanya waktu subuh Kyainya marah-marah sambil bertanya, “Siapa yang berak disini, kok berjejer begini?” Mereka serentak menjawab, “Yang berakkan Pak Kyai sendiri, to? Terus Kyainya berkata, “Ya yang satu itu, la yang baris ini, siapa?” Singkat cerita, akhirnya Pak Kyainya dengan tidak sadar mengakui perbuatan konyolnya.

10. Gotong Royong
Orang jama’ah ini jika mau rukun dan kompak dalam beramal sholih maka pekerjaan yang berat akan menjadi ringan. Gambarannya, ibarat koloni semut yang berusaha membawa bangkai kecoak; ada yang menarik dari depan, mendorong dari belakang, samping kanan dan kiri, bahkan ada yang berdiri di atasnya sebagai pengomando mengatur jalannya kerukunan dan kekompakan dalam mewujudkan kerja sama yang baik untuk mencapai suatu tujuan akhir.

11. Hidup dan Mati
Orang yang menetapi qur’an, hadits, jama’ah dan orang yang tidak menetapi qur’an, hadits, jama’ah. Gambarannya, ibarat orang hidup yang berdaging, berdarah dan bernafas, karena qur’an, hadits, jama’ah itu merupakan daging, darah dan nafasnya orang jama’ah. Sebaliknya, orang yang mengaku-ngaku sebagai orang jama’ah tapi ia tidak lagi menetapi qur’an, hadits, jama’ah itu seperti orang yang sudah tidak berdaging, berdarah dan bernafas. Itu artinya ia sudah mati alias bangkai hidup. Atau ibarat seperti buntut cicak yang sudah terputus dari tubuhnya. Kelihatannya saja banyak bergerak, sebenarnya ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa bila akan dimangsa kucing, karena sudah tidak ada lagi suplai tenaga dari tubuhnya. Begitulah orang jama’ah yang sudah tidak sambung jama’ah lagi; tidak menetapi qur’an, hadits, jama’ah maka ia telah terputus hubungannya dengan Alloh Ta’alaa. Jangan harap akan ada pertolongan dari Alloh Ta’alaa.

12. Ilmu Pengetahuan
Orang yang punya ilmu tapi tidak diajarkan kepada orang lain. Gambaranya, ibarat pohon yang berdaun lebat tapi tidak mau berbuah.

13. Indahnya Berbagi
Indahnya saling berbagi (dengan berbagi dapat kurangi beban di hati).
Pada suatu saat ada dua bersaudara, kakak dan adik. Kebetulan sang adik menikah lebih dulu, ia mempunyai istri dan banyak anak, sementara sang kakak tetap bertahan membujang. Mereka berdua mendapatkan harta warisan dari kedua orang tua mereka berupa sebidang tanah dan mesin giling padi. Pada siang hari mereka mereka mengelola sawah mereka itu bersama-sama, membagi rata secara adil bulir-bulir padi hasil panenan sawah mereka lalu menjemurnya. Pada malam hari, mereka menggiling padi mereka. Pada suatu malam sang kakak tidak bisa tertidur karena memikirkan nasib adiknya, ia merenung , “Sangat tidak adil bila antara aku dan adikku mendapatkan bagian yang sama rata; sama-sama mendapat satu kilo, satu kaleng, satu karung padahal aku tidak mempunyai banyak tanggungan, paling-paling aku hanya memikirkan diriku sendiri, sedangkan adikku mempunyai banyak beban, ia mesti memberi nafkah istri berupa sandang, pangan, papan dan menyekolahkan anak-anak. Lantas ia terhenyak dari tempat tidurnya dan langsung bangkit menuju lumbung padinya dan mengambil satu kaleng padi terus ia pergi ke lumbung padi milik adiknya dan padi tersebut ia masukkan ke lumbung padi adiknya. Ternyata, pada saat yang sama adiknya juga tidak bisa tidur memikirkan nasib kakaknya, dalam pikirnya “Tidak adil rasanya bila bagian kami sama rata, karena aku sih masih punya istri dan anak-anak, jika aku sakit istriku akan menggantikan aku untuk mencari nafkah buat keluargaku dan jika aku sudah tua maka anak-anakku-lah yang akan menanggung kehidupanku, sedangkan kakakku siapa yang akan menanggung semua itu? Lantas ia terhenyak dari tempat tidurnya dan langsung bangkit menuju lumbung padinya dan mengambil satu kaleng padi terus ia pergi ke lumbung padi milik kakaknya dan padi tersebut ia masukkan ke lumbung padi kakaknya. Mereka berdua melakukan perbuatan mulia itu sudah berjalan sekian tahun lamanya. Sebenarnya, setiap kali mereka masuk ke dalam lumbung padi milik mereka masing-masing merasa bahwa padi milik mereka tidak pernah berkurang, padahal selalu mereka ambil untuk bersedekah, di benak mereka ada pikiran “apa ini yang dikatakan oleh ustadz bahwa sedekah itu tidak mengurangi harta sedikitpun? Pada suatu malam, mereka berdua saling berpapasan di suatu jalan antara rumah mereka, lalu mereka saling menyapa, dan menerangkan keperluan mereka masing-masing. Pada saat itulah mereka baru tersadarkan bahwa pantaslah padi-padi milik mereka yang ada di lumbung mereka tidak pernah berkurang meski terus menerus diambil untuk bersedekah, langsung mereka berdua berpelukan penuh perasaan haru berbaur dengan perasaan gembira memiliki saudara yang penuh perhatian.

 

Sumber: Subandi Baiturrahman

  1. Tinggalkan komentar

Tinggalkan komentar